Subscribe Us

header ads

Sumur Peninggalan Kesultanan Ternate di Alor, Dari Interaksi Hingga Toleransi


Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal memiliki wisata bahari, alam, budaya dan religi yang mempesona. Namun, dari sejumlah wisata itu, wisata budaya belum banyak diketahui, bahkan diminati para wisatawan, baik mancanegara maupun domestik. Selain karena kurangnya minat, juga karena rendahnya upaya mempromosikan keunikan dan eksotisme sebuah objek wisata. 

Salah satu peninggalan yang dapat menjadi wisata budaya adalah Sumur tua yang terletak di Umapura, Desa Ternate, Kecamatan Alor Barat Laut, Alor. Sumur ini diyakini warga setempat sebagai peninggalan Sultan Ba’bulah dari Kesultanan Ternate, Maluku Utara. Diperkirakan, Sumur itu dibuat pada tahun 1518, saat para Sangaji atau prajurit Kesultanan Ternate mengunjungi Pulau Ternate.
Nampak anak-anak sedang mengambil air di Sumur tua peninggalan Kesultanan Ternate di Umapura, Ternate.

Peninggalan budaya ini memiliki kaitan erat dengan Al-Quran tertua di Asia Tenggara. Karena itu, rasanya belum lengkap jika menyebut Al-Quran kulit kayu tanpa menyebut Sumur tua yang terletak di Kampung Umapura. Jika Al-Quran tua di Desa Alor Besar, Kecamatan Alor Barat Laut sebagai peniggalan Kesultanan Ternate, maka Sumur Tua di Umapura pun diyakini masyarakat setempat sebagai peninggalan Kesultanaan Ternate  kala menyebarkan Agama Islam di Alor.

Namun, sejauh ini keberadaan sumur itu hanya menjadi cerita lisan sebagaian masyarakat Pulau Ternate dan belum diketahui kalangan luas. Padahal, jika ditilik lebih mendalam, keberadaan peninggalan itu memiliki nilai-nilai kehidupan yang sarat makna - dan terus mengikuti perkembangan zaman - hingga kini.

Unik
Sumur yang memiliki kedalaman kira-kira 30 meter itu bisa dibilang sangat unik - dari segi fisik - jika dibandingkan dengan Sumur-sumur lainnya. Betapa tidak, permukaan sumur dibuat sangat lebar. Keliling lingkaran Sumur kira-kira 35 meter, dan itu dibuat hingga kedalaman 4 meter. Sehingga untuk menimba air dari Sumur itu, masyarakat tidak berdiri di permukaa paling atas, tetapi harus menuruni tangga ke kedalaman 4 meter, kemudian menggunakan penimba untuk mengambil air.

Sementara, dinding lingkaran Sumur dengan kedalaman 4 meter itu, terbuat dari susunan batu-batu alam. Sekadar untuk nilai seni, juga untuk menghindari adanya longsor. Pada permukaan atas Sumur, kini telah dilakukan pagar tembok keliling untuk penahan banjir, dan menghindari hewan peliharaan warga yang (mungkin) jatuh ke dalam.

Interaksi Masyarakat Beda Agama
Umumnya masyarakat beragama Kristen maupun Islam di Ternate datang dari Pulau Pura di Kabupaten Alor. Karena itu, beberapa nama kampung di Pulau Ternate menggunakan nama Suku yang berada di Desa Pura Selatan. Tiga Kampung tersebut adalah Biatabang, Bogakele dan Abangbul. Masyarakat di tiga kampung itu beragama Kristen Protestan. Sementara, masyarakat di Umapura adalah pemeluk Agama Islam. Nama Kampung Umapura memiliki arti “rumah pura” atau rumah orang-orang yang berasal dari Pulau Pura. 

Hingga kini, masyarakat dua kampung, yakni Bogakele dan Umapura menggantungkan seluruh kehidupan mereka di Sumur yang konon dibuat Prajurit Sultan Ba’abulah itu. Sedangkan, masyarakat Kampung Biatabang dan Abangbul menggunakan salah satu Sumur yang ada di Biatabang, Ibu Kota Desa Ternate Selatan.

Meski demikian, sejak dahulu, masyarakat Bogakele dan Umapura selalu membangun interaksi  di Sumur tersebut. Memang interaksi masyarakat beda keyakinan tersebut bisa muncul pada hajatan lain, seperti acara adat, pernikahan, natalan, lebaran maupun tahun baru. Tetapi, interaksi sesungguhnya yang dilakukan masyarakat setiap hari yakni di Sumur tua itu. Jika ke sana, Anda bisa melihat, setiap hari ada Ibu-ibu, para pemuda atau anak-anak dari Kampung Bogakele berjalan kaki kurang lebih 2,5 KM untuk mengambil air di Sumur itu. Pertemuan dan interaksi masyarakat beda Agama pun terbangun di sana sejak dulu hingga kini.

Wadah Toleransi
Semua tempat pasti memiliki cara masing-masing dalam menjaga toleransi. Begitupun dengan masyarakat di dua kampung itu. Tak hanya menjadi tempat interaksi antar masyarakat beda Agama, Sumur tua itu pun sesungguhnya telah menjadi wadah toleransi antar masyarakat pemeluk Agama Kristen Protestan di Bogakele dan pemeluk Agama Islam di Umapura. Betapa tidak, ditengah-tengah kehidupan bangsa hari-hari ini yang rentan terhadap intoleransi, masyarakat di sana tetap kukuh mempererat tali silahturahmi dan toleransi - salah satunya adalah - melalui Sumur tua itu.

Hal itu dimulai dari sekadar saling menanyakan kabar, bernostalgia atau saling menolong, hingga tidak menyinggung perasaan satu sama lain di Sumur tua itu, kala beraktivitas mengambil air. Maklum, ada puluhan bahkan ratusan orang yang datang mengambil air di Sumur itu setiap hari, tetapi tak pernah terdengar pertengkaran, akibat salah paham, saling curiga dan lain sebagainya. Sungguh, Sumur tua itu telah menjadi tempat masyarakat membumikan nilai-nilai kerukunan dan hidup saling berdampingan sebagai sesama anak bangsa dalam bingkai toleransi. Jika anda ingin mengetahui betapa eratnya hubungan masyarakat di sana dalam bertoleransi, ayo kesana...

Bagaimana Ke Pulau Ternate?
Pulau Ternate adalah salah satu Pulau di Kabupaten Alor. Letaknya berada diantara Pulau Pantar dan Alor. Di sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Buaya, bagian Barat berbatasan dengan Pulau Pantar dan Pura, sedangkan bagian Selatan berbatasan Pulau Alor. 


Pulau Ternate dilihat dari Puncak Hulnani, Alor. 

Untuk ke Pulau Ternate,  sangat mudah. Jika Dari Bandara El Tari, Kupang, perjalanan dilanjutkan naik pesawat Wings Air atau Trans Nusa menuju Bandara Mali (Alor). Lama penerbangan dari Kupang ke Alor sekitar 50 menit, dengan kisaran harga tiket Rp 300.000 sekali perjalanan pada low season. Alternatif lebih murah adalah dengan naik kapal dari Kupang ke Alor dengan harga tiket sekitar Rp 150.000 untuk 10 jam perjalanan. 

Jika sudah di Bandara Mali atau Pelabuhan Laut Alor, Anda bisa menuju Kota Kalabahi. Dari Kota Kalabahi ke Pulau Ternate, Anda bisa menggunakan Kapal Motor dari Pelabuhan Dulionong, Kalabahi. Jika tidak ada Kapal Motor tujuan Pulau Ternate, Anda bisa memesan jasa ojek atau menumpang Bus jurusan Kokar, Ibu Kota Kecamatan Alor Barat Laut. 
Ibu-ibu di Kampung Umapura, Ternate sedang menjual tenunan khas mereka di atas Perahu Motor. 
Jauh sebelum tiba di Kokar, ada salah satu desa, yakni Desa Sebanjar. Di sana Anda sudah bisa melihat Pulau Ternate dari dekat. Desa itu adalah tempat persinggahan masyarakat Pulau Ternate yang datang menggunakan Perahu Motor. Terdapat dua Kampung di Desa Sebanjar, yakni Hula dan Tanah Marah, yang menjadi tempat utama persinggahan masyarakat Pulau Ternate. Di sana (Tanah Marah dan Hula), Anda bisa menumpang Perahu Motor milik warga Kampung Umapura menuju Pulau Ternate. Kurang lebih 15 menit Anda akan tiba di Kampung Umapura. Biaya transportasi, kira-kira Rp 6.000 per orang, atau Anda juga bisa memesan Perahu Motor dengan harga Rp 50 ribu (bisa sesuai hasil negosiasi). Jika sudah tiba di Pantai Kampung Umapura, Anda bisa meminta warga untuk memandu Anda ke Sumur tua hasil peninggalan Sultan Ba’abulah itu.

Di Sumur itu, Anda bisa melihat masyarakat berbondong-bondong datang untuk mengambil air.  Selain melihat aktivitas di sana, belum lengkap jika Anda tidak masuk ke dalam, sekadar untuk melihat atau merasakan air dari Sumur itu. Jika debit air Sumur dalam keadaan cukup banyak, Anda akan merasa sedikit manis di lidah. (itu testimoni  beberapa pengunjung yang pernah datang di Umapura). Jika Anda juga tertarik dengan oleh-oleh, jangan khawatir, Ibu-ibu di Umapura juga selalu menyediakan kain tenunan sebagai oleh-oleh khas di sana. Anda bisa membeli kain tenunan sebagai pelengkap cerita perjalanan Anda atau sekadar kenang-kenangan bahwa Anda pernah ke sana. Apakah Anda tertarik? Jika tertarik, jangan ragu berlibur ke sana, dijamin pasti seru dan menyenangkan.

#exotic_NTT
#lombablog_exoticNTT
#destinasiwisata_NTT 

Penulis: Refael Molina



Post a Comment

0 Comments