Subscribe Us

header ads

Menyambut Gebrakan Pariwisata Gubernur NTT

Oleh: Refael Molina 
Kolumnis, warga NTT
Nusa Tenggara Timur (NTT) telah memiliki Gubernur dan Wakil Gubernur baru. Victor B. Laiskodat (VBL) dan Yosef Nae Soe resmi menahkodai NTT usai dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/9/2018) lalu. Tercatat ada lima misi utama yang diusung pemimpin baru ini dalam pembangunan NTT lima tahun ke depan, yakni pembangunan pariwisata, infrastruktur dan SDM, pendidikan, kesehatan, serta reformasi birokrasi.
Gubernur NTT, Victor B. Laiskodat. Sumber: merdeka.com
Di samping itu, langkah konkret jangka pendek pun telah diambil VBL. Ada tiga pernyataan menarik VBL usai dilantik, ketika ditanya awak media. Pertama, VBL berjanji akan menghentikan seluruh aktivitas pertambangan di NTT. Kedua, menghentikan sementara pengiriman TKI ke luar negeri atau moratorium. Dan, yang ketiga memberikan sanksi terhadap warga Kota Kupang yang membuang sampah sembarangan.
Dari tiga gebrakan itu, salah satu yang menarik untuk dibahas adalah soal larangan membuang sampah. Bagi saya, ini adalah gebrakan awal VBL dalam membangun pariwisata, karena dalam beberapa kesempatan VBL selalu mengatakan akan fokus membangun pariwisata selain pembangunan lainnya.
VBL tentu paham betul bahwa pariwisata yang maju bukan soal keunikan atau sarana dan prasarana dalam sebuah tempat wisata, tetapi semua unsur yang ada di dalamnya, termasuk kebersihan. Kebersihan diyakini menjadi garansi utama bagi wisatawan untuk merasakan kenyamanan. Kebersihan juga akan memberi manfaat, baik dari sisi estetika maupun kesehatan.
Jika dua manfaat itu dirasakan wisatawan, maka mereka akan mengenang dan terus mengunjungi kota atau tempat wisata kita. Ibarat kata pepatah: cinta itu dari mata, turun ke hati. Maka, para pelancong terlebih dahulu akan melihat pemandangan bersih yang disajikan, kemudian akan tumbuh rasa cinta terhadap kota atau tempat wisata kita.
Dimulai di Kupang
Selain menjadi ibu kota dan baromoter pembanguna NTT, ada beberapa destinasi wisata di Kupang yang tak kalah menarik. Pantai Lasiana, Oesapa, Gua Monyet, Gua Kristal misalnya, adalah destinasi wisata di Kupang yang akan menjadi tujuan bagi para pelancong. Jika beberapa tempat wisata ini dibenahi, tentu akan turut mengangkat wajah Kota Kupang. Dan, langkah awal soal kebersihan ini akan mengarah ke beberapa tempat wisata itu, selain di ruang-ruang publik lainnya di Kupang.
Karena itu, tidak salah jika kebijakan gubernur ini dimulai di Kota Kupang. Tak main-main, VBL menegaskan, jika ada warga kota membuang sampah sembarangan, maka harus rela mengeluarkan uang untuk membayar denda sebesar Rp 50 ribu. Upaya lanjutan dari seruan itu, VBL kembali menyatakan bahwa setiap 50 meter dari seluruh jalan harus punya bak sampah. Tentu ini agar masyarakat bisa membuang sampah di tempat sampah.
Meskipun penegasan soal larangan ini belum diputuskan dalam sebuah aturan, namun setidaknya ini adalah langkah berani gubernur sekaligus menjadi seruan moral yang perlu diikuti semua masyarakat Kota Kupang. Saya sangat yakin bahwa jika program strategis jangka panjang ini dimulai di Kupang, maka kabupaten/kota lainnya di NTT akan berbenah dan mengikuti langkah baik ini.
Butuh Restorasi
Mengapa butuh (gerakan) restorasi? Hemat saya, gerakan restorasi tidak hanya dapat dilakukan dalam bidang politik. Tetapi, semangat ini bisa dipakai di segala bidang, termasuk pariwisata. Terutama merestorasi salah satu unsur penting dari pariwisata yakni kebersihan. Karena itu, restorasi dalam kebersihan pun perlu digelorakan. Hemat saya, ada empat restorasi yang perlu dilakukan dalam pariwisata berkaitan dengan kebersihan.
Pertama, selain anggota keluarga yang memiliki tanggung jawab menjaga kebersihan di rumah, tokoh masyarakat, agama, dan pemuda di tiap desa/kelurahan atau RT/RW perlu digerakkan dan menjadi pionir dalam kebersihan di tiap lingkungan tempat tinggal masyarakat. Mereka dapat mengajak masyarakat melakukan kerja bakti atau gotong royong membersihkan lingkungan.
Pantai Warna Oesapa, Kupang. Sumber: http://kupang.tribunnews.com
Kita harus jujur bahwa budaya gotong-royong hari-hari ini perlahan hilang, seiring dengan perkembangan zaman. Untuk itu, jika kemudian budaya gotong-royong diangkat kembali, maka hal ini akan meminimalisasi sampah di lingkungan. Jika ini dilakukan, maka akan membantu Dinas Kebersihan dalam urusan sampah. Dinas Kebersihan Kota atau Kabupaten kemudian hanya akan fokus menjaga kebersihan di beberapa pusat kota maupun beberapa sudut kota, termasuk urusan mengangkut sampah.
Kedua, selain masyarakat, ada juga pegiat dan pecinta lingkungan yang peduli terhadap sampah. Ini menjadi kesempatan emas bagi Pemprov NTT untuk memanfaatkan semangat mereka untuk menjadi duta-duta kebersihan di setiap desa/kelurahan. Jadi, bukan saja duta baca, wisata, dan lainnya saja, tetapi sudah saatnya Pemprov memikirkan bagaimana menghadirkan duta kebersihan dan berperan dalam urusan kebersihan.
Duta kebersihan tentunya adalah orang-orang yang selama ini giat dan berkiprah soal isu-isu lingkungan maupun mereka yang aktif dalam melakukan kebersihan lingkungan baik di tingkat desa/kelurahan, kabupaten maupun provinsi.
Ketiga, program kebersihan harus dipadukan dengan kota yang hijau. Selain menjaga kebersihan kota, penanaman pohon di daerah/wilayah yang gersang pun perlu dilakukan. Ini agar selain bersih, Kota Kupang maupun NTT yang selama ini dikenal sebagai daerah gersang dapat berangsur-angsur menjadi bersih dan hijau. Jadi, bukan soal kebersihan saja, tetapi udara yang sejuk pun dapat membuat nyaman para pelancong maupun warga masyarakat. Ini pun akan menjadi program jangka panjang karena akan meminimalisasi dampak pemanasan global yang hari-hari ini semakin terasa.
Keempat, Pemprov NTT pun perlu melakukan berbagai lomba kebersihan tingkat kabupaten/kota. Pemkot/Pemkab bisa lakukan lomba serupa di tingkat kecamatan dan selanjutnya hingga ke desa dan RT/RW kemudian memberi penghargaan kepada masyarakat yang terlibat. Lomba dimaksud bukan sebatas seremonial saja, tetapi menekankan pentingnya lingkungan yang bersih dan hijau. 


Melalui pakar dan aktivis peduli lingkungan, mereka bisa mensosialisasikan pentingnya kebersihan, dampak jangka pendek dan jangka panjang yang akan diterima jika lingkungan tidak dijaga kelestariannya. Misalnya, muncul berbagai penyakit bahkan bencana kekeringan dan lain sebagainya.

Ubah Mindset
Pun demikian, yang menjadi pekerjaan rumah selanjutnya bagi VBL adalah bagaimana mengubah mindset masyarakat Kota Kupang. Terutama soal membuang sampah. Karena, jika sampah tidak didaur ulang, maka akan dibuang sembarangan. Karena itu, tidak berlebihan jika mental masyarakat harus diubah mulai dari rumah dan lingkungan.
Terlepas dari beberapa gerakan restorasi dalam kebersihan yang saya paparkan di atas, sesungguhnya ada hal sederhana yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan, yaitu jika setiap orang bertanggung jawab membawa sampahnya ke tempat sampah, maka sampah hasil aktivitas manusia bisa berkurang. Mari menyambut gebrakan Gubernur baru membangun pariwisata NTT.
Artikel ini telah dimuat di Kolom detik.com, Jumat 21 September 2018 dengan judul Menyambut Gebrakan Pariwisata Gubernur Baru NTT. Anda bisa baca di sini: https://news.detik.com/kolom/d-4222411/menyambut-gebrakan-pariwisata-gubernur-baru-ntt

Post a Comment

0 Comments