Subscribe Us

header ads

Ayo Menulis (Ulasan atas Sejumlah Pertanyaan Soal Menulis Opini)

TULISAN ini terpaksa saya buat, karena ada beberapa pertanyaan yang sering diajukan ke saya, saat bertemu teman atau keluarg di rumah, pasar atau di jalan-jalan. Begini. Bro, kalau menulis di media itu kira-kira kita sebagai wartawan atau masyarakat biasa juga bisa? Kalau kita kirim, apakah tulisan kita dibayar? Ada juga , kita harus bayar berapa supaya tulisan kita dimuat?

Ilustrasi. Sumber: Google.com
Ada banyak pertanyaan, tapi hanya tiga saja yang ingin saya jawab. Karena, akan mewakili semua pertanyaan-pertanyaan itu.

Pertama, hampir setiap media cetak dan online punya kolom opini. Kolom opini diperuntukan bagi masyarakat umum: guru, dosen, aktivis LSM, termasuk mahasiswa. Di sana, tersedia email setiap media, jadi kita bisa kirim tulisan kita. Opini yang kita buat bisanya berisi ulasan tentang sebuah masalah aktual dan faktual yang sedang terjadi di sekitar kita.

Kita bisa memberi pandangan pribadi, saran, kritik, dan solusi. Biasanya panjang tulisan tergantung kriteria media. Ada yang 500 – 1000 karakter. Kalau wartawan, umumnya hanya menulis berita, supaya bisa sajikan data dan fakta. Itulah mengapa ada media yang melarang wartawan beropini.

Kedua, benar, tulisan kita bisa dibayar. Tergantung media yang kita tuju. Media nasional sekelas Kompas, bisa membayar penulisnya, biasa sampai Rp 1 juta. Kalau pengalaman saya di media nasional, di Kolom detik.com, kira-kira Rp 450 ribu. Tapi, tulisan tembus di sana, sulit minta ampun. Media lokal, ada yang bayar Rp 100 ribu. ada yang Rp 75 ribu. Ada yang tidak sama sekali. Beberapa tulisan saya, dapat honor. Ada yang tidak. Tidak mengapa. Tidak perlu membahas lebih jauh. Karena, masing-masing media ada manajemennya. Kita patut bersyukur saja, tulisan kita dimuat.


Oia, bagi saya, penulis opini di media cetak dan online, sama dengan para tamu yang diundang di meja Mata Najwa, atau ILC. Itu menurut saya. Pikiran kita mahal, jadi kalau tulisan kita layak, maka dimuat. Kemudian dibayar. Bayangkan, nama bahkan foto kita terpampang dalam (hampir) setengah halaman media cetak, lalu kita dibayar.
Ilustrasi. Sumber: Google.com

Kalau kita pasang iklan katakanlah, di media cetak, bisa seharga Rp 5 juta per setengah halaman. Jadi, bukan soal dibayar menjadi satu-satunya alasan kita menulis. Tetapi, yang paling penting, tulisan kita bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak.

Ketiga, kita tidak repot-repot membayar media massa untuk tulisan, artikel, opini kita dimuat. Redaksi, umumnya tidak memungut hal itu. Sama sekali tidak boleh. Jadi, jangan tertipu, jangan sampai ada media yang minta bayaran ke penulis. Sedih sekali. Kita; penulis, yang sesungguhnya mendapat bayaran. Jadi, kalau tulisan kita tidak dimuat, jangan marah, atau kecewa.

Tim redaksi atau desk opini media biasanya memoderasi setiap tulisan yang masuk. Ini agar tulisan kita sesuai “roh” media massa yang kita tuju. Dan, tulisan kita bisa teruji, kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan di publik. Jika dimuat, tulisan kita layak dikritik oleh penulis lain. Biasanya tulisan berbalas tulisan di media yang sama. Oh iya, kalau sudah kirim opini ke salah satu media, jangan dulu kirim ke email media lain. Entar, kamu di-black list; masuk dalam daftar hitam penulis yang tulisannya tidak dimuat, setelahnya.

Biasanya kita harus tau, berapa lama kita menunggu tulisan kita dimuat. Ada media yang kalau lewat dari tiga hari, maka selamanya tidak dimuat. Ada yang sampai dua minggu. Jadi, kalau sudah lewat batas waktu, kita bisa kirim ke media lain. Jadi, jangan sok-soan kirim opini yang sama ke semua media. Bahaya! Kamu bisa memperpendek hobi menulismu sendiri.


Penutup

Bagi saya, tulisan berupa opini termasuk bergengsi, karena akan melalui tahap moderasi oleh desk opini media massa. Kelayakan tulisan kita tidak perlu diragukan lagi. Jika tulisan kita ditolak, jangan kecewa, karena banyak penulis-penulis besar memulai kesuksesan dengan menuai kegagalan beruntun. Novel Harry Potter yang ditulis J. K Rowling, misalnya, pernah ditolak beberapa penerbit hingga akhirnya Penerbit Bloosburry menerbitkan karya ribuan halaman itu.
Ilustrasi. Sumber: Google.com

Karena itu, jangan bosan-bosan mengirim tulisan kita, karena akan ada waktu yang tepat, tulisan kita dimuat di media massa yang kita tuju.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Demikian pernyataan Sastrawan, Pramoedya Ananta Toer penulis novel Bumi Manusia. Semoga ulasan singkat ini bermanfaat. Ayo menulis, mari berliterasi. Salam

Post a Comment

0 Comments